Postingan

Menampilkan postingan dari April 13, 2025

TUHAN YANG MENCARI HATI YANG TULUS

Gambar
  "Setiap jalan orang adalah lurus menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati." (Amsal 21:2) Kita hidup dalam dunia yang penuh dengan opini, logika, dan pembenaran diri. Seringkali kita merasa bahwa jalan yang kita pilih sudah benar, karena sesuai dengan keinginan dan rencana pribadi kita. Tapi Firman Tuhan mengingatkan, bahwa tidak semua yang tampak benar di mata manusia adalah benar di hadapan Tuhan. Ia tidak hanya melihat tindakan luar, tapi meneliti isi hati kita yang terdalam. Tuhan peduli dengan motivasi kita, bukan sekadar perilaku kita. Kita bisa menipu orang lain dengan tampilan luar yang saleh, tetapi hati kita tidak bisa bersembunyi dari hadapan Tuhan. Dia tahu apakah kita melayani dengan tulus, mengasihi tanpa pamrih, atau hanya mencari pujian. Renungan ini mengajak kita untuk hidup dalam kerendahan hati, mau dikoreksi, dan terus memperbarui hati di hadapan Tuhan. Biarlah setiap keputusan dan tindakan kita lahir dari hubungan yang intim dengan...

“KEBENARAN YANG TIDAK DAPAT DIKEKANG”

Gambar
"Karena itu perintahkanlah untuk menjaga kubur itu sampai hari yang ketiga..." (Matius 27:64) Ayat ini mencerminkan ketakutan besar para imam kepala dan orang Farisi terhadap kemungkinan Yesus benar-benar bangkit. Mereka mengira bahwa dengan segel dan penjagaan kubur, mereka bisa mencegah berita kebangkitan tersebar. Namun, rencana Allah tidak bisa digagalkan oleh kekuatan manusia. Kematian Yesus di kayu salib telah mengguncang bumi, namun kebangkitan-Nya mengguncang kekuasaan maut. Kubur yang disegel manusia tidak mampu menahan kuasa kehidupan dari Tuhan semesta alam. Rencana keselamatan Allah melampaui segala upaya manusia untuk menyembunyikan atau menghapus kebenaran. Renungan ini mengajak kita untuk merenungkan bagaimana kuasa Tuhan selalu lebih besar dari segala bentuk ketakutan, pengendalian, bahkan kematian. Kebangkitan bukanlah sekadar kemenangan Yesus, tetapi jaminan bagi setiap orang percaya bahwa terang akan selalu menang atas kegelapan. Jangan takut menghadapi ker...

"RAJA KEMULIAAN YANG LAYAK DISEMBAH"

Gambar
  “Siapakah Dia itu Raja Kemuliaan?” “Tuhan semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan!” – Mazmur 24:10 Mazmur 24 menutup dengan sebuah pertanyaan yang mengandung kekaguman sekaligus pernyataan iman yang penuh pengagungan: "Siapakah Dia itu Raja Kemuliaan?" Pertanyaan ini bukan muncul karena tidak tahu jawabannya, melainkan sebagai ajakan kontemplatif—untuk merenungkan siapa sebenarnya Tuhan yang kita sembah. Jawabannya datang dengan tegas dan penuh kemenangan: "Tuhan semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan!" Dia bukan hanya Tuhan yang bertahta di surga, tetapi juga Tuhan yang hadir dan berkuasa atas seluruh ciptaan—yang layak menerima segala pujian, hormat, dan kemuliaan. Di tengah dunia yang sering kali menomorsatukan kekuasaan manusia, harta, dan pencapaian duniawi, ayat ini membawa kita kembali kepada kebenaran yang kekal: hanya Tuhan yang adalah Raja Kemuliaan. Dialah yang patut kita muliakan, andalkan, dan tempatkan sebagai pusat dalam hidup kita. Mari buka pintu hati ki...

BILUR-NYA MENYEMBUHKAN KITA

Gambar
  "Tetapi Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, Dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepada-Nya, dan oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh." (Yesaya 53:5) Ayat ini adalah nubuatan yang menggambarkan penderitaan Mesias—Yesus Kristus—yang menanggung luka dan rasa sakit bukan karena kesalahan-Nya sendiri, melainkan karena dosa-dosa kita. Ini adalah inti dari kasih sejati: pengorbanan tanpa pamrih demi keselamatan orang lain. Jumat Agung menjadi saat paling dalam dalam permenungan iman kita. Kita tidak hanya mengenang penderitaan Yesus secara historis, tetapi menghayati betapa besar kasih yang rela menanggung salib demi kita. Setiap luka, setiap tetes darah-Nya, adalah harga yang dibayar untuk menyembuhkan luka-luka terdalam kita—baik secara rohani, emosional, maupun jasmani. Saat kita merasa tak layak, hancur, atau tersesat dalam hidup, ayat ini mengingatkan bahwa ada pengharapan dalam bilur-Nya. Ada kes...

"KASIH YANG MENGORBANKAN NYAWA"

Gambar
  “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” — Yohanes 15:13 Pada hari Jumat Agung ini, kita mengenang pengorbanan terbesar dalam sejarah umat manusia: Yesus Kristus, Sang Anak Allah, menyerahkan nyawa-Nya untuk menebus dosa dunia. Ayat dari Yohanes 15:13 ini tidak hanya menggambarkan kasih, tetapi menunjukkan wujud kasih yang paling murni—kasih yang rela kehilangan segalanya demi menyelamatkan orang lain. Yesus menyebut kita sebagai sahabat-sahabat-Nya. Bukan karena kita layak, tetapi karena kasih-Nya yang tak bersyarat. Ia tidak menunggu kita menjadi sempurna untuk dikasihi-Nya. Justru ketika kita masih berdosa, Dia telah memilih jalan salib agar kita memperoleh keselamatan. Inilah kasih yang tak terukur oleh logika manusia—kasih yang berdarah, berkorban, dan menyembuhkan. Dalam dunia yang penuh dengan egoisme dan kepentingan pribadi, pengorbanan Kristus menjadi teladan dan panggilan bagi kita untuk hidup dalam ka...

"PENGORBANAN YANG MEMBAWA KEHIDUPAN"

Gambar
  Markus 15:15 menunjukkan kepada kita sebuah momen tragis sekaligus penuh makna. Pilatus, yang lebih peduli pada popularitasnya daripada keadilan, memilih untuk memuaskan hati orang banyak dengan membebaskan Barabas—seorang penjahat—dan menyerahkan Yesus yang tidak bersalah untuk disalibkan. Ini bukan hanya tentang ketidakadilan manusia, tetapi juga tentang kasih Allah yang luar biasa. Di tengah ketidakadilan itu, Yesus tidak membela diri. Ia menerima penderitaan dan salib demi keselamatan umat manusia. Renungan ini mengajak kita untuk merenungkan dua hal. Pertama, betapa mudahnya manusia terpengaruh oleh tekanan dan opini publik, bahkan sampai mengorbankan kebenaran. Kedua, betapa besar kasih Kristus yang rela menggantikan tempat kita—tempat Barabas—untuk menanggung hukuman yang seharusnya menjadi milik kita. Salib bukan sekadar simbol penderitaan, tapi juga lambang kasih dan pengharapan yang kekal. Ketika dunia memilih Barabas, Tuhan memilih untuk tetap mengasihi. Ketika manusia...

KASIH YANG MERENDAHKAN DIRI

Gambar
  "Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." (Yohanes 13:14-15) Kamis Putih bukan hanya tentang perjamuan terakhir, tetapi juga tentang kasih yang diwujudkan dalam kerendahan hati. Yesus, Sang Guru dan Tuhan, mengambil posisi hamba—membasuh kaki para murid-Nya. Tindakan ini bukanlah simbol kosong, tetapi undangan bagi kita untuk hidup dalam pelayanan yang penuh kasih. Di dunia yang sering kali mengagungkan kekuasaan dan kehormatan, Yesus justru menunjukkan bahwa jalan menuju kebesaran adalah melalui kerendahan. Membasuh kaki berarti bersedia merendahkan diri, melepaskan ego, dan melayani sesama tanpa syarat. Dalam keluarga, komunitas, bahkan gereja, kita sering dihadapkan pada tantangan untuk mengampuni, mengerti, dan melayani orang lain dengan tulus. Namun, Kamis Putih mengingatkan ki...

ROTI HIDUP YANG MENGHIDUPKAN DUNIA

Gambar
  "Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." (Yohanes 6:51) Dalam Kamis Putih, kita mengenang perjamuan terakhir di mana Yesus mempersembahkan diri-Nya sebagai Roti Hidup. Ini bukan hanya simbol atau kenangan masa lalu, melainkan realitas rohani yang hidup—Yesus memberi diri-Nya seutuhnya, agar kita memperoleh hidup yang kekal. Ia tidak hanya memberi pengajaran, tetapi memberikan tubuh dan darah-Nya sebagai makanan rohani. Di dunia yang haus makna, lapar akan cinta sejati dan keutuhan jiwa, Yesus datang membawa kepenuhan. Ia tidak hanya menawarkan kenyamanan sementara, tetapi kehidupan kekal. Setiap kali kita menyambut-Nya dalam Ekaristi, kita menerima kasih yang nyata, pengorbanan yang utuh, dan janji hidup yang tidak akan berakhir. Namun, menjadi penerima Roti Hidup juga mengajak kita menjadi "roti" bagi sesam...

MENJADI PENGHIBUR, BUKAN PENYEBAB DUKACITA

Gambar
  Dalam suratnya, Paulus menyampaikan perasaan yang dalam. Ia tahu bahwa setiap kata yang diucapkan atau dituliskan bisa membawa dampak. Ia tidak ingin menyakiti, justru ia rindu menguatkan. Sebab orang-orang yang dekat dengannya, yang hatinya terluka olehnya, justru adalah orang yang bisa memberi sukacita terbesar dalam hidupnya. Begitu juga dengan kita. Hubungan dengan orang lain, terutama mereka yang kita kasihi, begitu berarti. Jangan sampai perkataan atau tindakan kita menjadi sumber luka. Sebaliknya, mari kita jadi sumber penghiburan, peneguh, dan sukacita. Kadang, kita perlu menegur dalam kasih, tapi marilah kita pastikan bahwa setiap teguran lahir dari hati yang rindu memulihkan, bukan menyakiti. Jika hari ini kamu sedang berada dalam kesedihan karena konflik atau luka dalam hubungan, berdoalah agar Tuhan memulihkan. Sebab sukacita terbesar sering kali berasal dari hubungan yang dipulihkan oleh kasih Tuhan. Amin! #KasihYangMemulihka #PenghiburanDalamKristus #HidupDalamKasih...

FIRMAN-NYA SUMBER PENGHARAPAN

Gambar
  "Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci." (Roma 15:4) Ketika dunia menawarkan banyak hal yang bersifat sementara—kenyamanan sesaat, harapan semu, dan damai yang mudah hilang—Firman Tuhan hadir sebagai satu-satunya sumber pengharapan yang kekal dan sejati. Dalam setiap lembar Kitab Suci, kita menemukan kisah demi kisah tentang kesetiaan Allah, kasih yang tak pernah gagal, dan janji-janji yang terus digenapi. Minggu Palma mengingatkan kita pada saat Yesus memasuki Yerusalem dengan kelembutan dan kerendahan hati. Ia datang bukan untuk menerima mahkota kemuliaan dunia, melainkan untuk mengenakan mahkota duri demi menyelamatkan umat-Nya. Firman Allah telah menubuatkan hal itu jauh sebelumnya—dan penggenapannya menjadi bukti bahwa apa pun yang Tuhan firmankan akan terjadi. Ketika kita merasa lelah, kecewa, dan hampir menyerah, jangan menj...

“MAHKOTA DURI DI KEPALA SANG RAJA”

Gambar
  "Mereka mengenakan jubah ungu kepada-Nya, menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya." (Markus 15:17) Yesus memasuki Yerusalem disambut sebagai Raja. Daun palma melambai, sorak sorai menggema: “Hosana bagi Anak Daud!” Namun hanya beberapa hari kemudian, sang Raja itu bukan lagi diarak di jalan, melainkan diolok-olok dan dihina. Ia tidak duduk di atas takhta, melainkan dihakimi dengan ketidakadilan. Jubah ungu dikenakan bukan untuk memuliakan-Nya, melainkan untuk mengejek-Nya. Mahkota-Nya bukan dari emas, tetapi dari duri yang menyayat dahi-Nya. Inilah ironi kasih terbesar: Sang Raja rela menderita, bukan demi kekuasaan duniawi, tetapi demi menebus dosa umat-Nya. Mahkota duri menjadi simbol cinta yang tak tergoyahkan—pengorbanan yang tulus, tanpa pamrih. Dalam hinaan, Yesus tetap diam. Dalam penderitaan, Ia tetap taat. Renungan ini mengajak kita merenung: adakah kita menghormati Yesus hanya di saat kemenangan, tetapi meninggalkan-Nya saat salib menghampi...

KETIKA DIPANGGIL UNTUK MEMIKUL SALIB

Gambar
  Simon dari Kirene tidak pernah merencanakan untuk memikul salib hari itu. Ia hanya datang dari luar kota, mungkin untuk keperluan biasa, tetapi hidupnya berubah seketika. Ia dipanggil, bukan untuk berbicara, bukan untuk berkhotbah—melainkan untuk memikul salib dan berjalan mengikuti Yesus. Kadang, kita juga seperti Simon. Tiba-tiba dihadapkan pada tanggung jawab berat, beban yang tak kita duga, penderitaan yang bukan hasil pilihan kita sendiri. Namun Tuhan tidak pernah tanpa maksud. Di balik beban itu, ada kehormatan tersembunyi—karena kita sedang berjalan bersama Sang Juruselamat. Tuhan tidak menjanjikan jalan yang selalu mudah, tetapi Dia menjanjikan penyertaan yang setia. Mungkin hari ini kamu merasa memikul salib yang berat. Tapi ingatlah, kamu tidak sendirian. Seperti Simon yang berjalan di belakang Yesus, kamu juga sedang melangkah bersama-Nya. Dan satu hal yang pasti: salib yang kamu pikul bukan akhir cerita. Ada kebangkitan setelah salib. Ada kemuliaan setelah penderitaan...

FIRMAN-NYA SELALU BENAR DAN SETIA

Gambar
  Ketika dunia penuh ketidakpastian, ada satu hal yang tak pernah berubah: firman Tuhan itu benar. Di tengah banyak suara yang menyesatkan dan informasi yang saling bertentangan, Firman Tuhan menjadi kompas yang tak pernah keliru arah. Mazmur 33:4 berkata, "Sebab firman Tuhan itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan." Ini bukan hanya janji, tapi juga karakter Tuhan itu sendiri. Ia tidak pernah mengingkari Firman-Nya. Apa yang dikatakan-Nya, pasti digenapi. Apa yang dijanjikan-Nya, pasti dikerjakan dengan kasih dan kesetiaan yang sempurna. Mungkin hari ini ada hal-hal yang terasa belum terjawab. Doa-doa yang terasa menggantung, impian yang belum terjadi. Namun, mari percaya: bila Tuhan yang berfirman, Ia juga yang akan menyelesaikannya. Dengan setia. Dengan kasih. Dengan waktu yang sempurna. Jangan lepaskan pengharapanmu hanya karena belum melihat hasilnya hari ini. Peganglah Firman-Nya erat-erat. Sebab dalam setiap kata-Nya, ada kuasa. Dan dalam setiap janji...

“CIUMAN PENGKHIANATAN”

Gambar
  "Maka kata Yesus kepadanya: ‘Hai Yudas, engkau menyerahkan Anak Manusia dengan ciuman?’" (Lukas 22:48) Minggu Palma dimulai dengan sorak-sorai dan daun palma yang melambai, menyambut Yesus sebagai Raja. Namun, dalam hitungan hari, kerumunan itu berubah menjadi massa yang berteriak, “Salibkan Dia!” Salah satu momen paling menyayat dalam kisah sengsara Kristus adalah saat Yudas mengkhianati Yesus—bukan dengan pedang, bukan dengan teriakan, tetapi dengan ciuman, lambang kasih yang diputarbalikkan menjadi alat pengkhianatan. Yesus tidak menghindar. Ia memandang Yudas dan menegurnya dengan kelembutan namun penuh makna. Ia tahu pengkhianatan itu akan datang, namun Ia tetap menyerahkan diri demi rencana keselamatan yang lebih besar. Dalam ciuman itu, kita dihadapkan pada kenyataan bahwa bahkan di tengah kasih, bisa ada luka terdalam. Tapi Yesus tetap memilih untuk mengampuni dan menyerahkan segalanya pada kehendak Bapa. Renungan ini mengajak kita merenung: adakah kita juga kadang ...

“JADILAH KEHENDAK-MU”

Gambar
  "Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah... Ya Bapa-Ku, jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!” (Matius 26:41-42) Dalam pergumulan-Nya di Taman Getsemani, Yesus menunjukkan sisi terdalam kemanusiaan dan ketaatan-Nya. Ia bergumul, merasa takut, dan sadar akan penderitaan yang menanti. Namun, di tengah tekanan itu, Ia memilih untuk tetap tunduk pada kehendak Bapa. Inilah puncak ketaatan—bukan karena nyaman, tapi karena kasih yang rela berkorban. Yesus tahu betul bahwa daging itu lemah, tetapi Ia juga tahu bahwa roh yang hidup di dalam-Nya memampukan untuk taat. Saat kita menghadapi pencobaan, pergumulan, atau penderitaan, kita diingatkan untuk berjaga-jaga dan berdoa. Bukan hanya agar kuat menghadapi godaan, tetapi agar kita tetap setia pada kehendak Allah. Renungan ini mengajak kita untuk berkata seperti Yesus: “Jadilah kehendak-Mu.” Dalam sakit, dalam k...

RAJA MULIA YANG LEMAH LEMBUT

Gambar
  "Katakanlah kepada puteri Sion: Lihat, Rajamu datang kepadamu, Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda." (Matius 21:5) Selamat Hari Minggu untuk kita semua saudara seiman! Hari ini kita beribadah Minggu Sengsara ke-VII, Yang kita kenal sebagai Minggu Palma. Minggu Palma menandai awal dari Pekan Suci, saat kita mengenang Yesus memasuki Yerusalem disambut dengan sorak sorai dan daun palma. Namun yang luar biasa dari peristiwa ini adalah cara Yesus masuk ke kota itu: bukan di atas kuda perang seperti raja-raja di dunia, melainkan di atas seekor keledai—simbol kerendahan hati, kedamaian, dan pelayanan. Yesus datang sebagai Raja yang berbeda. Dia tidak memaksakan kekuasaan-Nya dengan senjata, tapi dengan kasih. Dia tidak membawa pasukan, tetapi membawa damai. Ia datang bukan untuk ditinggikan, tetapi untuk merendahkan diri-Nya demi keselamatan umat manusia. Ini adalah pesan kuat bagi kita hari ini—bahwa kemuliaan sejati tidak terletak pada ...